lisensi

Senin, 06 Oktober 2025, 20.59 WIB
Last Updated 2025-10-06T13:59:01Z

Deru Mesin PETI Kembali Menghantui Kapuas Sanggau: Indikasi Mafia BBM dan Pembiaran Aparat

Advertisement

Lintasindonesi||Sanggau, Kalimantan Barat – Deru mesin “jek” dari aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) kembali menggetarkan aliran Sungai Kapuas di wilayah Sanggau. Aktivitas ilegal yang mencemari lingkungan ini berlangsung terang-terangan dan nyaris tanpa hambatan, seolah menantang hukum dan menunjukkan bahwa pelaku seakan kebal terhadap jerat pidana.

Padahal, kegiatan tersebut tidak hanya merusak lingkungan, tapi juga diduga kuat melibatkan jaringan mafia BBM dan adanya praktik suap kepada oknum aparat penegak hukum (APH).

> “Mereka seperti sengaja memamerkan bahwa hukum tidak berlaku bagi mereka. Ini bukan daratan, ini sungai, sumber kehidupan warga. Dampaknya bisa sampai ke hilir,” ujar seorang pemerhati lingkungan lokal yang meminta namanya dirahasiakan.




---

Indikasi Mafia BBM Masuk dalam Jaringan PETI

Investigasi media mengungkap bahwa bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis solar, yang digunakan untuk mengoperasikan mesin-mesin tambang di atas lanting (rakit tambang), dipasok oleh seorang pemain BBM ilegal berinisial AWG. Sosok ini tidak hanya sebagai pemasok, tetapi juga disebut sebagai pemilik lanting yang beroperasi di wilayah sungai tersebut.

BBM bersubsidi yang seharusnya digunakan untuk masyarakat dan sektor transportasi publik, justru dialihkan ke aktivitas ilegal yang merusak lingkungan. Ini menandakan keterlibatan mafia BBM, yang berjejaring hingga ke sektor distribusi dan pengawasan.

> “Pasokan solar untuk tambang itu bukan sedikit, dan tidak mungkin tanpa perlindungan. Semua sudah diatur,” ungkap Ed, seorang warga yang ikut memantau aktivitas tersebut.


Dugaan Praktik Setoran dan Oknum Terlibat

Tak hanya mafia BBM, keberlangsungan tambang ilegal ini juga disebut-sebut didukung oleh praktik setoran rutin ke oknum aparat. Setiap lanting dikabarkan menyetor sejumlah uang agar aktivitas tambang tidak diganggu, bahkan dibiarkan beroperasi selama 24 jam penuh.

Beberapa nama yang diduga sebagai aktor utama dalam jaringan ini terus beredar di masyarakat. Di antaranya:

ASP, diduga sebagai penampung hasil tambang dan pemilik beberapa lanting.

JN, operator utama lapangan yang menjalankan mesin-mesin jek.

AWG, pemasok BBM subsidi dan pemilik lanting.



---

Pasal-Pasal yang Diduga Dilanggar

Berbagai pelanggaran hukum mengemuka dari aktivitas ini, baik dari sisi lingkungan, energi, maupun hukum pidana umum:

1. Pelanggaran Lingkungan

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pasal 98 Ayat (1): Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun serta denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.



2. Pertambangan Tanpa Izin

UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba)

Pasal 158: Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin resmi dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.



3. Penyalahgunaan BBM Subsidi

UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

Pasal 55: Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM yang disubsidi pemerintah dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.



4. Korupsi dan Gratifikasi (jika terbukti adanya setoran ke oknum APH)

UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Pasal 12: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi atau hadiah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, dapat dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana paling lama 20 tahun.




---

Kesimpulan: Siapa Melindungi Siapa?

Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa praktik tambang emas ilegal di Sungai Kapuas bukanlah sekadar tindakan liar warga, melainkan aktivitas terstruktur, sistematis, dan melibatkan banyak pihak—dari pemodal, operator lapangan, mafia BBM, hingga oknum aparat.

Hingga kini, belum terlihat adanya tindakan tegas dari pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat: siapa yang sebenarnya melindungi para pelaku?

Jika dibiarkan, bukan hanya lingkungan yang rusak, tetapi juga hukum dan kepercayaan publik terhadap negara akan hancur.


---

Catatan: Media ini akan terus memantau perkembangan kasus PETI di Kapuas Sanggau dan mendorong aparat penegak hukum untuk menindak tegas semua pihak yang terlibat.

Team red